ALASANKU KE TASIKMALAYA
Hi sobat bacaku!
Gimana kabar hari ini?
Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah Swt. Amin...
Setelah kemarin aku sempet terhenti karena harus bercerita tentang perjalananku sehari-hari, nah dalam kesempatan ini ceritanya I am back again nih. Kembali melanjutkan cerita tentang Tasikmalaya. Well sobat bacaku sekalian, pada episode yang lalu aku sudah mengulas tentang salah satu wisata yang ada di Tasikmalaya, yaitu Taman Wisata Karang Resik. Namun untuk kali ini agak sedikit berbeda, bukan hanya sekedar tempat wisatanya tapi aku juga ingin mengulas tentang sejarah atau mitos dibalik sejarah tempat tersebut.
Dan kali ini aku akan mengulas tentang salah satu wisata di Tasikmalaya bernama Situ Sanghyang yang berlokasi di dua desa, yakni Desa Cibalanarik dan Cilolohan kecamatan Tanjungjaya. Oh ya sobat, Situ itu artinya Danau. Jadi Situ Sanghyang bisa juga disebut Danau Sanghyang.
mengutip dari nolduanews.com bahwa pemberian nama pada sebuah daerah atau tempat sejarah tak lepas dari sebuah peristiwa atau kejadian pada masa itu. Perjalanan kejadian dan para pelaku sejarah itu sendiri menyimpannya dalam bingkai cerita atau sebuah legenda, dimana didalamanya ada sesuatu hikmah untuk dijadikan contoh zaman kiwari.
Obyek wisata Situ Sanghyang yang berlokasi di dua desa, yakni Desa
Cibalanarik dan Cilolohan Kecamatan Tanjungjaya merupakan kebanggaan Kabupaten
Tasikmalaya, dimana danau tersebut menawarkan panorama yang eksotis dan
Romantis juga terselip mistik.
Di Danau tersebut tersiar kabar adanya fenomena yang dikaitkan dengan
mistik yakni sering terlihat berpindahnya rimbunan pohon kiara, maju dengan
sendirinya ke tengah danau. Fenomena tersebut dijadikan totonden ( pertanda)
bakal adanya sebuah kejadian.
Adapun legenda Situ Sanghyang yang menjadi versi masyarakat setempat dan
diadopsi Dinas Pariwisata seperti yang diceritakan anggota Kompepar ( Kelompok
Penggerak Pariwisata) Situ Sanghyang, Maslikan (46), Sebelum terjadinya nama
situ terlebih dahulu muncul nama sanghyang.
Nama Sanghyang itu sendiri terjadi dari sebuah peristiwa sejarah yakni riuhnya suara yang saling berbenturan. Konon menurut cerita, Bermula, seorang pangeran menculik seorang wanita cantik jelita, isteri seorang Resi dari Kebataraan Galunggung. Saat sang resi pulang dari laku tirakat tapa bratanya, isterinya sudah dibawa kabur sang pangeran.
Resi kemudian mencarinya hingga ke sebuah daerah yang dikenal dengan nama
Saung Gantang. Ditempat itu ternyata tengah berlangsung pesta besar-besaran
selama 7 Hari 7 Malam, yang ternyata Isterinya sendiri yang menjadi mempelai
wanitanya.
Berulang kali sang Resi berteriak namun tidak ada yang menanggapinya dikarenakan
riuhnya suara pesta. Sang Resi yang sudah menjelma menjadi Budak Buncir
kemudian memanggil segerombolan anjing untuk mengacaukan pesta tersebut.
Suara gonggongan anjing diluar kemudian beradu dengan suara riuhnya pesta,
lama kelamaan suaranya seperti ngahiang.
” Jadi nama sanghyang itu tercipta dari riuhnya dua suara yang beradu. Dan
nama sang sendiri merupakan sang pelaku, yakni sang resi dan sang pangeran”,
paparnya.
Adapun terjadinya Situ lanjut Maslikan, kelanjutan dari sejarah sanghyang,
dimana pada saat itu, dikarenakan sang pangeran merasa terganggu dengan
suara-suara diluar dan merasa terpancing dengan tantangan si buncir. Si Buncir
akan berguru jika seandainya sang pangeran dan para punggawanya bisa mencabut 7
batang lidi yang berjejer.
Karena tidak ada yang sanggup mencabut lidi, dengan kesaktian sang resi, dari lubang batang lidi yang di cabut keluar air yang tidak terbendung dan membentuk sebuah situ/ danau. Resi pun mengeluarkan supata (Kutukan), semua yang ikut tenggelam bersama pangeran menjelma menjadi Ikan. Sejak terbentuknya situ banyak keangkeran didaerah tersebut. Burung yang melintas didanau dan yang meminum air hilang tak berbekas. Kendati ada situ namun airnya tidak bisa dimanfaatkan warga.
Keangkeran Situ Sanghyang rupanya terdengar sampai kesultanan Cirebon, dan
mengutus Prabu Linggawastu ditemani Lokananta dan Lokananti untuk menetralisir
air situ tersebut untuk dipergunakan keperluan warga.
Prabu Linggawastu merupakan keturunan Mataram anak dari Raden Kamandaka.
salah satu saudara Prabu Linggawastu yakni Mundingwangi bergelar Prabu
Siliwangi. Prabu Linggawastu dimakamkan di seputar Situ Sanghyang bersama
Lokananta dan Lokananti.
Tapi dibalik legenda Situ Sanghyang, ternyata sejarah tersebut berkaitan dengan Kepemerintahan Kabupatian Sukapura yang pada waktu itu dipegang R.Aggadipa ( Dalem Sawidak). Sejarah pemunculan nama Sawidak sendiri beragam versi. Pengertian nama Sawidak di kalangan warga Sukapura diartikan sebagai Sebuah keturunan yang berjumlah 60 Orang.
Menarik kan sobat bacaku sekalian cerita diatas? Berlanjut pada cerita-ceritaku yang lain nanti yah. Oh iya, jangan lupa juga untuk visit Aqiqah Tasikmalaya Nurul Hayat untuk mengetahui informasi Aqiqah Murah di seputaran kota Tasikmalaya. Lebih lagi, bilamana kalian para sobat baca punya sodara di daerah Tasik sana yang butuh informasi tentang Aqiqoh Tasikmalaya yang murah dan recomended.
Sekian, dan wassalam...
Komentar
Posting Komentar